Untuk orang yang telah kemaruk bermain judi, apapun itu dapat dijadikan taruhan. Seperti sejumlah rekan kerja yang taruhan ketika berada moment bola (entahlah Piala Dunia, Piala Asia, Piala Presiden, dll). Walau itu hanya antara mereka sendiri, dengan menunjuk seorang sebagai koordinatornya. Atau tanding mobil legend di yang mana kalah wajib transfer ke rekening juara. Bahkan juga lebih edan, event pemilihan presiden saat reformasi juga jadi bahan taruhan bola!
Di kehidupan sosial mana saja, praktek permainan judi ialah peristiwa sosial yang selalu datang. Derajatnya jika kita merujuk pada falsafah Jawa, itu sejajar dengan sejumlah penyakit sosial dalam masyarakat yang perlu dijauhi, yang dikenali istilah molimo.
Secara bahasa: moh /emoh maknanya tidak ingin dan limo ialah lima. Yang dipersingkat menjadi molimo. Falsafah molimo ini diperkenalkan oleh Sunan Ampel yang ajak kita untuk menjauhi dari dan tidak lakukan lima hal nista dalam kehidupan. Yaitu: moh bermain (tidak ingin berjudi), moh ngombe (tidak ingin minum -minuman keras/mabok), moh maling (tidak ingin mengambil), moh madat (tidak ingin menghisap madat/saat ini narkoba), moh madon (tidak ingin bermain wanita).
Keterkaitan dari tuntunan molimo ini sebenarnya lintasi jaman dan lintasi budaya. Karena penyakit sosial warga itu masih tetap riil sampai sekarang. Satu diantaranya peristiwa judi yang dulu pernah bergentayangan sejumlah dasawarsa di daerah penulis sendiri.